Rabu, 18 September 2013

DIA

Dering telepon itu menggangguku. Entah sudah berapa kali benda itu berbunyi, dia begitu keras kepala untuk tak membiarkanku mengacuhkan dirinya. Dia selalu berada di sekitarku beberapa hari ini, mengejarku di jalan, membuntutiku di kampus, dan menggangguku lewat dering telepon yang tak jelas maksudnya. Aku sudah hampir menyerah dengan sikap ngototnya itu, tapi keangkuhanku tak pernah memberikan ruang untuk menjadi wanita yang memiliki kemurahan hati di hadapan dirinya.
Sekeras apapun dia berusaha, aku tetap pada pendirianku. Sudah terlambat untuknya. Aku bukan lagi wanita yang bisa ia permainkan seperti kemarin, aku tak akan pernah memaafkannya.
"Anita" ia berucap di depanku. berdiri dengan gagahnya, mencegatku untuk melangkah melewati tubuhnya. ah ini menyebalkan. kenapa dia harus menghalangi jalanku.
"Anita aku mau menikah" 
kurasakan denyut jantungku berhenti sesaat. berganti dengan detakan yang jauh lebih kencang dari sebelumnya. Aku terdiam. Mematung. Tak kusangka dia akan mengucapkan kalimat itu begitu lancarnya. Enteng seperti aliran air keran di wastafel rumahku.
"Maafkan aku. Aku tahu tak seharusnya aku mempermainkan perasaanmu, tapi aku benar-benar mencintaimu"
sungguh urutan kalimat yang dia ucapkan tidak bisa kumengerti. 
"Orang tuaku yang menyuruhnya. Dia baru kukenal beberapa minggu lalu. Aku tidak berselingkuh Nit. sungguh. Aku mencintaimu, tapi aku juga tak mampu melawan permintaan kedua orang tuaku"
mulutku terkunci. tubuhku kaku. Aku tak mampu mengucapkan kalimat apapun. air di pelupuk mataku kian penuh.
aku hanya bisa tersenyum, membiarkan air mata mengalir. Tak kupedulikan tatapan orang-orang yang lalu lalang di sekitarku. Ini sudah keberapa kalinya dia mengatakan cinta dan maaf padaku secara bersamaan. Bersama dengan sakitnya hatiku, bersama dengan perselingkuhannya yang terus berjalan. Beberapa wanita yang dulu dia tinggalkan karena katanya mencintaiku. Dan kini ia pun meninggalkanku padahal katanya ia mencintaiku. Aku tak pernah mengerti dirinya. Cinta yang busuk ini seolah menertawakanku. Membiarkanku dalam penyesalan yang mendalam. Kenapa aku harus mempercayai lelaki ini? kata-kata manisnya hanyalah candu.  Janjinya hanya omong kosong yang tak pernah menjadi nyata. Aku benar-benar sudah menyadarinya. Cinta buta ini tak seharusnya kupertahankan lagi. Mulutku terbuka. Aku berusaha  mengucapkan kalimat untuk menjawab pertanyaannya. 
"brengsek. enyahlah"  
antara sadar dan tidak, aku mengucapkan kalimat itu. Biarlah dia menafsirkan dua kata yang kuucapkan barusan semau dia. Aku pergi, membiarkannya berdiri kaku, tatapannya kosong, situasi yang baru saja ku alami kini berbalik padanya. Aku puas. langkahku ringan. air mataku mengering seketika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar