Rabu, 02 April 2014

CEMAS (FLASH FICTION)

"Gausah! Biar dia pergi semau dia!"

"Tapi Mak, dia masih muda, mungkin cuma emosi saja." ucap wanita itu sambil memijit pundak Mak nya.

"Sudahlah Ning, biar dia lihat kota besar itu seperti apa. Mak sudah tak sanggup lagi ngasih tahu anak itu. keras kepala dia"

"Iya. tapi kota besar itu bahaya mak, apalagi perhiasan Mak dan uang yang cuma lima puluh ribu itu dia ambil pula. Apa dia gak kasihan sama kita? Ning juga takut terjadi apa-apa dengan dia. Ini sudah tiga hari Mak!"

Mak menghela napas dan berujar, "Ning, rejeki itu Alloh yang ngatur, yang penting kita berusaha. Berdoa saja agar anak itu selamat, cepat sadar dan segera pulang ke rumah lagi."

Hujan pun turun, Mak dan Ning masuk dan menutup pintu agar cipratan air hujan tak masuk ke dalam rumah kayu mereka.

Sementara itu, seorang anak di sudut jalan kota besar, tampak meringkuk dengan wajah lesu. Sorot matanya layu, seperti sudah kehilangan sebagian kesadarannya, baju yang sudah pantas dijadikan kain lap itu melekat kuat di tubuhnya. rambut panjangnya bagai tergerai, badannya gemetar, menggigil, menggengam erat tas hitam yang kini sudah tak berisi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar